Cerita Sex Bercinta dengan Pegawai Baru - Semenjak kedatangannya, suasana kantor agak berubah. Orang2 jadi  semakin rajin, entah mengapa. Dia bukanlah direktur yang baru, bukan  pula sekretaris baru yang seksi. Namanya Nadya. Perempuan berumur 27  tahun ini disukai sekaligus dibenci. Disukai karena kerjanya cepat dan  sangat efektif, serta sangat cerdas, tetapi disisi lain dia selalu  mengeluh dan memarahi kami karena keterlambatan kami atau hal2 sepele  lainnya.
cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
Nadya bukanlah direktur, juga  bukan senior designer. Posisinya sama denganku, junior designer. Yang  membedakannya denganku dan beberapa teman lainnya adalah, Nadya lulusan  universitas kenamaan di Amerika Serikat, dengan prestasi cum laude.  Selain itu Nadya juga keponakan dari Owner perusahaan desain interior  ini. Berdarah Jawa- Belanda, dengan tampang indo layaknya model2  catwalk, rambut hitam panjang, dengan kacamata tipis dan pakaiannya yang  selalu modis, sudah barang tentu lelaki menyukainya. Namun entah kenapa  kami malas untuk akrab dengannya, selain karena sikapnya yang selalu  ketus dan tidak bersahabat itu, juga karena kami merasa tidak selevel  dengannya. Apalagi kebanyakan dari kami adalah lulusan universitas  lokal, dan sewaktu kuliah, membolos sudah jadi makanan kami (tidak bisa  nyontek di kuliah desain interior). Walaupun kami datang dari  universitas mentereng, tetap saja tidak bisa membandingkan diri kami  dengan Nadya.
Aku sendiri berusia 29 tahun,  masih jomblo dan belum menikah. Bukan karena aku tidak laku, tapi aku  masih agak shock ketika setahun yang lalu pacarku selingkuh dengan  sahabatnya sendiri. Memang mereka tidak melakukan hal2 yang melanggar  norma kesusilaan, tetapi jalan dengan laki2 lain dan saling berkirim sms  mesra di tengah2 persiapan pernikahan, apa bukan selingkuh itu namanya ?
Teman2ku yang lain sering  menggodaku agar aku mendekati dan mencoba akrab dengan Nadya, karena  menurut informasi yang beredar, Nadya belum memiliki pacar. Wajar saja  hal ini terjadi mengingat yang masih bujangan di kantor ini selain aku  dan Nadya, Cuma ada seorang desainer senior yang selalu tidak beruntung  dalam masalah percintaan, dan seorang office boy. Aku pun bertanya2  kenapa Nadya tidak laku padahal dia sangat cantik dan pintar. Apa karena  sikapnya yang ketus ? atau mungkin saja dia lesbian ? haha.
Minggu ini minggu yang sangat  melelahkan. Selain mengerjakan desain interior untuk sebuah mall yang  akan dibangun, aku dan Nadya harus rapat sore hari bersama developer  sebuah gedung perkantoran. Selama di mobilku, Nadya hanya diam saja,  sembari mendengarkan musik di ipodnya. Sudah barang tentu dia pasti  tidak akan menjawab jika aku sekedar ingin mengobrol atau berbasa-basi  dengannya. Sebab selama ini pembicaraanku dengan dia hanya sebatas  pekerjaan saja. Dia juga tidak pernah bergabung dengan orang2 kantor  mencari makanan murah disekeliling gedung perkantoran. Entah dia makan  dimana, karena menurut para direksi dan senior designer, Nadya tidak  pernah makan bersama mereka. Tentu saja, karena walaupun sudah berduit  dan lebih berumur dari kami, para direksi dan senior designer pasti  mencari makan murah untuk berhemat.
cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep

Rapat  berlangsung sangat lama. Waktu sudah menunjukkan pukul jam 8 malam.  Tetapi Nadya masih berdiskusi dengan pihak pengembang soal konsep desain  interior gedung perkantoran itu. Bila rapat dengan rekan yang lain,  pasti mereka akan mencari2 alasan atau sengaja mengarahkan pembicaraan  agar rapat cepat selesai. Akhirnya rapat selesai juga. Waktu menunjukkan  pukul 8.30. rapat berlangsung sangat lancar, dan tidak satupun ucapan  Nadya yang dibantah. Harus kuakui gadis ini sangat hebat dalam  berargumen.
Jalanan sudah agak lengang  karena jam macet sudah lewat. Aku dan Nadya berada di dalam mobil,  menuju ke kantor. Aku membuka pembicaraan.
“Udah malem, di kantor ga ada siapa2, mau cari makan dulu sebelum kembali ke kantor ? “ tanyaku berbasa basi.
“Gak  usah, langsung ke kantor aja” jawabnya pelan dan pasti. Tak sampai 5  detik dia langsung memasangkan headset ipod ke telinganya. Buset. Dingin  sekali tanggapannya. Yasudah. Aku tidak ambil pusing, dengan buru2 aku  segera menyetir mobil ke arah kantor, agar aku bisa cepat pulang dan  makan malam.
Kantor kami terletak di sebuah  gedung berlantai 7, di daerah yang mentereng di Jakarta Selatan. Kantor  Konsultan desain interior kami berada di lantai paling atas, berbagi  lantai dengan 3 kantor lainnya. Aku memarkirkan mobilku dengan asal2an  di tempat parkir. Tumben, pikirku, para satpam lagi kemana ? aku dan  Nadya langsung masuk, menaiki lift, dan kemudian masuk ke kantor.  Suasana kantor agak gelap karena memang sudah tidak ada siapapun. Aku  mencoba membuka pintu pantry untuk mengambil makanan ringan di kulkas,  namun pintu pantry sudah terkunci. Memang kebiasaan office boy kami  untuk mengunci semua pintu di kantor kecuali pintu utama, yang biasanya  selalu dikunci oleh satpam setelah semua pergi.
Untung saja pintu belum dikunci  ketika kami masuk. Entah karena malas atau apa, kami tidak menyalakan  lampu utama. Karena besok pagi desain awal hasil rapat sudah masuk ke  desainer senior, maka kami membereskan hasil rapat tadi di ruang rapat  utama. Nadya bekerja dengan sangat teliti mengetik laporan dengan  MacBook nya. Sementara aku mengumpulkan hasil sketsa ‘dan denah ruangan  dalam satu bundel, sambil menahan perut lapar dan tak henti2nya aku  melihat ke arah jam. Setelah tugasku beres, aku membereskan mejaku, dan  bersiap untuk pulang sementara Nadya mem-print hasil ketikannya. Nadya  sudah akan pergi ketika aku memasukkan alat tulis ke tasku.
“Aku  pulang duluan ya..” Nadya berjalan ke arah pintu. Aku tersenyum  sekenanya dan meregangkan tubuh dulu sebelum benar2 akan pulang. Tiba2…
“SHIT !” aku mendengar teriakan  Nadya dari arah pintu utama. Aku bergegas berlari ke arah pintu utama.  Rupanya Nadya sedang berdiri mematung di depan pintu yang tertutup.
“Kenapa ?” tanyaku heran
“Pintunya dikunci” jawab Nadya sambil menarik2 handle pintu sekuat tenaga.
Sial,  pikirku. Rupanya tidak ada satpam di luar itu dikarenakan mereka sedang  patroli, sekaligus mengecek adakah orang yang lembur malam ini. Rupanya  karena kami berdua tidak menyalakan lampu2 utama, yang menyebabkan  ruangan kantor seperti tidak ada orang, mereka mengunci pintu tanpa  memeriksa terlebih dahulu. Aku mulai panic karena jalan satu2nya keluar  dari kantor ini adalah pintu itu. Tangga darurat ada di seberang pintu  kantor. Sial. Sekali lagi sial. Semua pintu sudah dikunci. Aku berlari  mengintip ke jendela. Sia2. Jendela kantor kami tidak ada yang menghadap  ke kantor satpam. Aku blingsatan kesana kemari, dan dengan marah  kutendang pintu kaca yang tebal itu. Tak ada reaksi kecuali kakiku  sakit. Desain pintu yang kuat agar kantor aman ternyata menjebak kami di  kantor
Aku mengeluarkan handphone dari  saku celanaku dan menelpon office boy, untuk menyuruhnya kembali ke  kantor. Sial sekali lagi. Telponnya tidak aktif. Hebat.
Nadya diam, walau bisa kulihat  mukanya memerah menahan marah. Mungkin dia juga ingin cepat pulang, ada  janji atau apapun. Tapi Nadya tetap berusaha kalem dengan menelpon  pamannya, sang owner perusahaan desain ini. Aku bisa mendengar  percakapan mereka.
“Hallo om..”
“Eh Nadya, ada apa ?”
“Om, aku kekunci di kantor”
“Lah kok bisa ? “
Nadya menjelaskan situasinya ke pamannya.
“Waduh…. Gawat juga.. OB nya pun ga bisa ditelpon ?”
“Iya om….”
“Teriak2 gih, coba panggil satpamnya”
Percuma,  kupikir. Aku pernah lembur dan melihat kelakuan para satpam itu ketika  waktu sudah menunjukkan jam 9 keatas. Setelah patroli dan mengunci  pintu2 utama, mereka langsung ke kantor mereka, untuk nonton tv rame2,  main kartu, bahkan kadang2 mabuk bareng.
“Ga bisa om…” nada bicara Nadya sudah mulai memelas.
“Hmm… om akan usahakan cari bantuan, tapi om lagi di luar kota sekarang”
“KOK  OM GAK BILANG DARI TADI KALAU ADA DI LUAR KOTA ?!?” Nadya meledak.  Ditengah kekalutan aku mencoba menelpon semua nomor telpon kantor. Dan  sialnya, kebanyakan dari mereka tidak aktif. Ada yang mengangkatnya  dengan background suara hingar bingar diskotik dan suara teler ga  karuan. Tolol. Di tengah minggu malah dugem. Nadya, terus menekan  pamannya. Aku berusaha menelpon semuanya, tetapi entah kenapa sinyal  hapeku tiba2 hilang. Aku kalut, mencari telpon kantor. Dan hanya telpon  di meja front office saja yang bisa dipakai untuk menelepon ke luar. Aku  berlari kearah front office dengan panik. Dan bodohnya tiba2 aku  terjatuh tersangkut pojokan meja. Aku jatuh ke meja menimpa telpon  kantor. Aku kaget dan langsung bangkit. Berharap telpon tidak rusak. Aku  lalu mengangkat telponnya. Ternyata ada nada sambung. Aku mencoba  menekan nomer yang kuhapal. Lagi2 sial. Rupanya kejadian tadi  menyebabkan tombol 0 rusak dan tidak bisa ditekan. Nomer telpon HP mana  yang tidak ada 0 nya ? sedangkan aku tidak punya nomor telpon rumah  orang kantor. Ide tiba2 muncul, aku membuka laci front office untuk  melihat data nomer telpon pegawai.
SIAL ! SIAL! Lacinya terkunci. Sementara itu Nadya masih menelpon pamannya.
“JADI GIMANA DONG OM ?!?” Bentak Nadya
“Sabar, kamu sama siapa disana ?”
Nadya menyebutkan namaku.
“Oh…  sama dia…. Aman kalau sama dia, Nadya, kamu tunggu besok aja, kamu…”  Belum sempat pamannya menyelesaikan kalimatnya, Nadya dengan kesal  melemparkan handphonenya ke dinding dan handphonenya hancur berkeping2.
“Kenapa kamu banting ?!?!?” Bentakku
Nadya hanya terdiam. Dia menarik nafas dalam2.
“Telpon kantor ? “ tanyanya pendek
“Rusak” jawabku tak kalah pendeknya.
“Kenapa ?” Mukanya mulai memerah. Matanya berkaca2
“Tadi aku jatuh, telponnya ketindih badanku” Aku menjawab sambil memalingkan muka.
“TOLOL !!” Nadya membentakku dan  tangan kanannya mengayun akan menampar pipiku. Dengan tangkas aku  menangkap tangannya dan melepasnya kembali.
“Lebih tolol mana sama orang yang ngebanting hape nya sendiri ? “ sindirku.
—– 30 menit berlalu ——-
Ruang rapat penuh asap rokok  sekarang. Aku menghisap rokok kretekku dalam2 dan membuang asapnya ke  langit2. Nadya duduk di pojokan sambil menghisap rokok mentholnya. Kami  sudah saling diam selama 30 menit lebih. Tidak ada alasan bagiku untuk  mengobrol dengan wanita judes ini. Bikin pusing. Tapi aku mencoba  menengok untuk melihat keadaannya. Khawatir juga. Jangan2 nekat gantung  diri.
“Apa kamu lihat2 ?” Nadya membalas tatapanku dengan pertanyaan dingin
“Gw punya mata, boleh dong liat kemana aja” Jawabku tak kalah dingin.
“Ngeri tau gak, berdua doang sama cowok macem kamu”
“Eh…. Lu baru masuk kemaren sore Nad, blom kenal siapa gw..” Aku menatap penuh emosi ke arah Nadya.
“Ah…semua cowok sama aja” Nadya membuang muka
“Apa maksud lu ?” Tanyaku penasaran
“Ah, tau lah….” Jawabnya sembari mematikan rokoknya di pot bunga yang sekarang beralih fungsi sebagai asbak.
“Lo tau kan otak cowok isinya seks melulu ?” Suara Nadya terdengar tidak enak
Aku hanya terdiam.
“Bahaya tau gak berdua doang sama cowok asing. Salah2 gw diperkosa” Nadya berkata ketus
“EH.  Sori ya mbak-sok pintar-lulusan luar negri-masuk karena koneksi” Nada  bicaraku meninggi. “Biar kata lu cantik, juga, ga bakal ada cowok mau  perkosa lo ! Mana ada orang mau merkosa orang ngeselin macem elo !!!”  Bentakku.
“Orang yang gak bisa  bersosialisasi macem lo ! Orang yang egois ! Ga ada empati sedikitpun  sama orang kantor ! Ga ada bagus2nya! Mentang2 ni kantor punya om lu, lu  mau seenaknya aja disini ?!?!? “ Aku sudah naik pitam. Tidak mampu  menahan kesabaran lagi.
cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep, Cerita panas
“Ah… “ Nadya tidak bisa berkata2 lagi.
“Enak  aja lo bilang gw mau merkosa elo ! mendingan gw tidur ama pecun  daripada nyentuh badan lo !” Nafasku habis. Sudah kuluapkan semua  kekesalanku kepada Nadya.
Tiba2 Nadya berlutut. Melepas  kacamatanya dan mulai menitikkan air mata. Dia membanting kacamatanya  dan mulai menangis sesenggukan. Shit. Rupanya kata2ku tadi kelewat  kasar. Makin lama tangis Nadya makin keras. Aku pun berlutut  mendekatinya dan mencoba memegang bahunya.
“Nadya…. Sorry… mungkin gw terlalu kasar” aku meminta maaf
Nadya menepis tanganku dan terus menangis.
“Nad….”  Aku agak membungkuk untuk melihat wajahnya. Tapi tiba2 Nadya memelukku  dan menangis di dalam pelukanku. Aku terdiam sembari mengelus2 punggung  Nadya. Sekitar 10 menit dia menghabiskan tangisnya di pelukku. Aku yang  pegal lalu duduk di lantai bersandar pada dinding. Nadya duduk di  sebelahku, dengan pandangan kosong. Tak beberapa lama Nadya memulai  pembicaraan.
“Maaf… tadi aku lancang ngecap kamu” katanya pelan
“Gw juga Nad… maaf tadi terlalu kasar” jawabku.
“Aku yang mulai” lanjut Nadya. “Kupikir semua laki2 sama. Baik pada awalnya tapi ternyata brengsek”
“Ah. Semua laki2 brengsek kok Nad” Jawabku
Lalu kami terdiam cukup lama.
“Aku pernah diperkosa” Nadya tiba2 bercerita.
“Eh……” Aku tidak bisa menyembunyikan mimik heran dari mukaku.
“Waktu aku baru kuliah di US, ada kakak kelas yang ngedeketin aku..” Lanjut Nadya
“Dia  baik banget, sampe pada akhirnya aku diundang ke pesta di asramanya…  Pestanya rame, dan ternyata minumannya beralkohol semua.”
“Aku  dibuat mabuk” dia terus bercerita “ Lalu aku dibawa masuk ke kamar, dan  disana aku diperkosa olehnya” Nadya menghela nafas panjang dulu.
“Sejak  saat itu aku ga pernah percaya sama cowok” Nadia lalu mengambil  sebatang rokok menthol dari bungkusnya, meremas bungkusnya yang sudah  kosong, lalu melemparkan bungkusnya ke pot bunga. Aku memberikan korek  apiku ke Nadya. Nadya lalu menyalakan rokoknya dengan korek milikku.
Aku tidak berani berbicara lagi. Aku tadi telah lancing berbicara seperti itu kepada Nadya.
“Gimana kehidupan cinta kamu ?” tanya Nadya
“Mmmm…” Aku diam tak berani menjawab
“Setelah  kejadian itu, aku ga pernah berhubungan sama laki2 lagi” katanya.  “Sekarang giliran kamu cerita” Katanya sambil tersenyum kepadaku
Aku sedikit terkejut. Ternyata  jika tersenyum Nadya manis sekali. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum  semenjak dia masuk kantor.
“Mmmm… Aku harusnya tahun lalu nikah…” jawabku
“Tapi ?” Tanyanya sambil menghisap rokok mentholnya.
“Tunanganku  selingkuh” Jawabku pelan. Tak ingin rasanya menceritakan hal tersebut.  Aku menarik nafas dalam2 dan memandang ke arah langit2. Nadya tidak  menimpali jawabanku. Dia mematikan rokoknya di pot bunga.
Waktu berjalan sangat lama. Aku  dan Nadya berbicara tentang banyak hal. Mulai dari jaman kuliah, sma,  segala macam. Ternyata Nadya menyenangkan jika diajak bicara. Tak jarang  ia tertawa bersamaku, menertawakan kejadian2 konyol di kantor yang  terjadi sebelum kedatangannya. Tak terasa sudah jam 12 malam. Aku sangat  capek. Aku mencoba tidur. Aku masih bersender pada dinding, sementara  Nadya tertidur, dengan menggunakan bahuku sebagai sandaran.
“Dingin……” Nadya tiba2  memelukku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Sebagai lelaki normal, yang  sudah lama tidak berhubungan dengan perempuan, aku tiba2 merasa deg2an,  dan suhu tubuhku memanas. Aku mengira Nadya bisa merasakannya, karena  dia memeluk tubuhku sekarang. “Hmmmm.. jadi yang bujangan di kantor Cuma  aku, kamu, sama Pak Yudi ? “ tanya Nadya.
“Iya” jawabku pelan sambil menahan perasaan aneh ini.
“Hehe” Nadya tertawa kecil
“Kenapa ? “ tanyaku.
“Nope… nothing” katanya sambil menahan tawa.
“Well… I guess. Ga ada salahnya kalo satu dari kalian aku pacarin” Nadya melanjutkan ucapannya.
“Oh jadi lu demen ya sama om2 bujangan tua” timpalku
“Haha… enak aja. Coba kamu itung, 45 – 27 = 18, jauh kan umurku sama Pak Yudi” jawabnya
“27 ? Kirain 35…” ledekku.
Nadya  berusaha untuk menjewer telingaku tetapi aku menghindar, menangkap  tangannya, tetapi aku kehilangan keseimbangan duduk, sehingga aku  terjatuh kearah kanan dan tak sengaja menarik Nadya ikut jatuh juga  menimpa tubuhku. Aku yang jatuh menyimpang kekanan ditimpa oleh Nadya  yang menghadapi telingaku. Akhirnya dia menjewer telingaku tanpa ampun.
“Aduh  !. Sakit tau !” Aku berusaha memberontak tapi Nadya malah tertawa2 dan  tidak melawan rontaanku. Aku berusaha bangkit tetapi Nadya malah  memelukku.
“Aku ingin diperlakukan dengan lembut oleh laki2” bisik Nadya.
Aku  memperbaiki posisi jatuhku. Aku tiduran terlentang di ruang rapat, dan  Nadya menimpa tubuhku. Aku bangkit, dan Nadya ikut memperbaiki  posisinya. Aku kembali duduk, tetapi sekarang Nadya ada di pangkuanku  dan tetap memelukku.
“Aku  merhatiin kamu terus semenjak pertama kali masuk kantor” Nadya kembali  berbisik. “Kamu paling sopan, dan lembut sama perempuan kalo dibandingin  sama yang lain”
“Ditambah lagi… kamu belum nikah kan… dan om ku bilang, kamu orang yang baik” Nadya terus berbicara.
“Baru tadi kan bilangnya, gw juga denger” jawabku
“Enggak.  Dari awal aku masuk kantor, om udah bilang kalo kamu selain kinerjanya  paling bagus, kamu juga sopan, ramah dan orangnya menyenangkan” Nadya  membantah ucapanku. “Kayaknya lucu kalau kita pacaran……” Nadya  melanjutkan ucapannya.
Aku kaget.  Baru pertama kali seumur hidup ada perempuan yang mengatakan ingin  kupacari. Dan perempuan itu adalah perempuan yang cantiknya minta ampun  seperti Nadya. Aku tak bisa bicara apa2.
Kami berdua saling memandang.  Tiba2 entah siapa yang memulai, kami memajukan kepala kami masing2 dan  berciuman. Bibir Nadya sungguh hangat. Aku memeluk erat pinggangnya dan  Nadya meremas rambutku. Kami berdua berciuman sangat lama. Kurasakan  kacamata Nadya menekan2 mukaku. Tapi aku tidak peduli. Bibir kami saling  memagut. Lidah kami saling beradu. Aku semakin menguatkan pelukanku.  Dan nadya melepaskan ciumannya. Hidungnya beradu dengan hidungku. Dapat  kurasakan nafasnya yang panas dan memburu. Nadya melepas kacamatanya dan  meletakkannya di sembarang tempat. Tanpa terasa Nadya membuka kancing  bajuku. Dia melakukannya sambil menciumi leherku. Agak sulit membuka  kancingku dalam keadaan seperti itu, tetapi Nadya cuek.
Aku tak mau kalah. Kulepaskan  leherku dari jangkauan bibir nadya, dan mulai meraih kancing kemejanya.  Tak berapa lama bajunya terbuka. Tanpa diminta Nadya membuka ikat  pinggangnya dan melepas celananya. Didepanku berdiri perempuan blasteran  Jawa-Belanda, dengan kulit yang putih dan mulus, hanya memakai pakaian  dalam berwarna merah menyala. Aku menelan ludah, melihat tubuh Nadya  yang indah, bagaikan model catwalk yang langsing dan proporsional.
Nadya kembali menyerangku. Bibir  kami kembali saling berciuman, tanpa sadar tanganku mengarah pada buah  dada Nadya. Aku meremasnya dengan lembut. Buah dadanya yang proporsional  terasa sangat empuk di tanganku. Aku dengan cepat menyisipkan tanganku  ke dalam BHnya. Nadya tiba2 memegang pergelangan tanganku. Dia menahan  tanganku dan seakan menyuruhku untuk mundur. Setelah aku menarik  tanganku kembali, tangan Nadya mengarah ke punggungnya, dan dia melepas  pengait BHnya, melepas BH nya sendiri. Nadya tersenyum kepadaku dan  berkata “Kenapa melongo gitu…. Kayak orang bego tau….” Aku malu sendiri  dan membuang muka.
Nadya memegang pipiku, dan  kemudian tangannya menyusuri badanku, untuk kemudian membuka ikat  pinggangku. Aku pasrah, dan Nadya pun menciumi badanku mulai dari leher  sampai ke perutku. Aku kaget saat tangan Nadya masuk ke celana dalamku  dan menggenggam penisku. Nadya lalu mengoral penisku. Aku sedikit kaget,  karena tidak terbiasa dengan oral seks. Pada saat dengan tunanganku  dulu, boro2 oral seks, pegang2 sedikit saja sudah kena marah. Padahal  aku bukan orang yang tanpa pengalaman seks. Sebelum berpacaran  dengannya, aku beberapa kali melakukannya dengan pacar2ku yang dulu.
Aku meringis menahan geli akibat  permainan lidah Nadya. Dia sangat pintar memainkan penisku dengan  mulutnya. Tindakannya bervariasi, tidak hanya mengulumnya, tetapi juga  dengan menciumi bagian2 yang sensitive dan memainkan lidahnya di kepala  penisku. Kupikir, sebelum kejadian perkosaan yang menimpanya di US,  Nadya sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
Aku kaget dan berusaha menahan  kepala Nadya ketika kurasakan spermaku hampir keluar. Nadya tampaknya  mengerti dan menghentikan kegiatannya. Dan dalam beberapa menit  kemudian, Nadya menanggalkan semua baju dalamnya, begitu juga denganku.  Badan telanjang kami berdua bergumul di lantai ruang rapat. Saling  berciuman, berpelukan dan menikmati keindahan tubuh masing2.
cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep, Cerita panas
Hingga pada akhirnya Nadya  telentang di atas karpet, kepalanya tepat berada di bawah kepalaku.  Mataku memandang lekat2 matanya yang indah.
“Nad…”
“ya…. “ jawabnya
“Are you sure you want to do this ?” tanyaku
“Why did you ask ?” katanya sambil tersenyum.
“We’re  already gone too far” lanjutnya. “and now I consider you as my lover  though” senyum tipisnya meluluhkan hatiku. Aku mencium keningnya. Kedua  kaki Nadya tanpa disuruh kini telah melingkari pinggangku. Kami  berciuman dengan hangat. Kedua tangannya melingkari leherku. Kudekatkan  penisku ke mulut vaginanya yang mulai terasa basah. Pelan2 aku  menggesekkan penisku di mulut vaginanya, mencari jalan masuk. Tetapi  tiba2 otot vaginanya menegang, seakan menolak penisku untuk masuk. Aku  terdiam dan memandang wajahnya, aku takut dia masih trauma akibat  kejadian di US itu.
“It’s okay….” Nadya mengisyaratkan bahwa dia tidak apa2.
Nadya  membuka pahanya sedikit lebih lebar lagi dan dia tampak mencoba untuk  rileks. Pelan2 kudekatkan kembali kepala penisku di bibir vaginanya.  Kepala penisku sudah mulai masuk. Aku mulai menggerakkan penisku maju  mundur, walaupun baru sedikit yang masuk. Perlahan namun pasti, penisku  semakin masuk kedalam lubang vaginanya.
“aah….. “ Nadya mengerang pelan  dan agak meringis ketika penisku masuk sepenuhnya ke dalam vaginanya.  Aku menggerakan penisku maju mundur dalam posisi misionaris.
“Mmmhhh…  sayang… pelan2 “ Nadya mengingatkanku untuk tidak bergerak terlalu  cepat. Dinding vaginanya seakan memijat2 batang penisku dengan lembut.  “Aahhh… sayang… mmmhhh….. uuhhh…” Nadya mengerang, menandakan dia  mendekati orgasme. Tetapi aku tidak ingin malam ini berakhir secepat  itu. Aku menghentikan gerakanku, dan ketika Nadya akan membuka mulutnya  untuk bertanya, aku langsung meraih pantatnya dan menggendongnya. Aku  kemudian duduk di kursi rapat dan menaikkan badan Nadya di pangkuanku.  Nadya mulai berpegang pada pundakku. Dia mengerti dan segera menaikkan  pantatnya, lalu dengan pelan2 dia mengarahkan lubang vaginanya ke kepala  penisku. Nadya bergerak naik turun di pangkuanku. Vaginanya terus2an  memijat2 batang penisku dengan lembut.
Aku memegangi pinggangnya. Nadya  menghentikan gerakannya dan berbisik lembut kepadaku. “Sayang… kalo  udah mau keluar bilang ya…. Aku gak mau kamu keluarin disitu…” aku  mengiyakannya dan dia mulai kembali beraksi. Goyangannya tidak liar dan  asal, tetapi begitu rapih. Begitu elegan dan anggun. Suara erangan kami  memenuhi ruang rapat. Kami sudah tidak peduli lagi tentang kemungkinan  satpam kembali lagi keatas dan menolong kami yang terkunci. Aku sudah  tidak berpikir lagi untuk kembali menelpon orang kantor, atau mencoba  mendobrak pintu pantry dan keluar lewat tangga darurat.
Yang ada dipikiranku hanyalah  Nadya. Rasanya tidak percaya gadis yang tadinya cuek dan judes kepadaku  ini bisa ada dipelukanku sekarang.
“Mmmmmhhh….” Nadya agak menggelinjang.
“Aaahhh…..” Nadya kembali bersuara
Aku  bisa merasakan Nadya akan mengalami orgasme, karena selain merasakan  gelinjangan tubuhnya, aku pun merasakan vaginanya makin menjepit  penisku. Aku pun mengimbangi dengan menggerakkan pantatku.naik turun di  kursi itu. Kursi yang biasanya dipakai rapat itu menjadi saksi bisu  percintaan kami.
“Sayang……. Ahhhhh….” Nadya pun  makin mempercepat gerakannya. Aku lalu bangkit sambil menggendong Nadya.  Aku mendudukkan Nadya di meja rapat, Nadya tetap memelukku, dan aku  terus menggerakkan penisku maju mundur.
“Uuuhh…. Uhhhh…. Sayang……. Aku mau…. Ahhhhh….” Nadya menggelingjang dengan hebatnya… “Tahan sedikit… aku juga mau…..”
“Ahhhhh…..”  paha Nadya mencengkram pinggangku dan kepalanya mendongak keatas.  Mengerang nikmat menandakan bahwa dia sudah orgasme. Aku terus  menggerakkan penisku, dan…”Nadya…. Ahhh…..” Nadya jatuh telentang di  meja rapat dan aku mencabut penisku dari lubang vaginanya. Sperma segera  berhamburan dari penisku. Nadya segera bangkit dan memelukku. Kami  berpelukan erat. Tidak berciuman, tidak melakukan apapun. Hanya  berpelukan selama beberapa lama tanpa berbicara apa2. Nadya lalu  melepaskan pelukannya dan turun dari meja. Dia lalu mencium pipiku  lembut, kemudian dia mulai memakai kembali bajunya.
Aku masih berdiri telanjang dan tertegun. Melihat Nadya yang bagaikan malaikat itu memakai bajunya satu persatu.
“eh… pake baju dong…. Ntar keburu pagi” Nadya mengingatkanku
Aku  segera mengenakan kembali bajuku. Aku kembali mencoba tidur dengan  bersandar di dinding. Nadya kembali pada posisinya, bersandar di bahuku.
Singkat cerita pagi pun datang.  Kami berhasil keluar jam 7 pagi. Hari itu kami berdua sengaja diliburkan  karena kejadian konyol itu. Selanjutnya bisa ditebak. Nadya mulai  terbuka pada orang2 kantor. Dia sudah bisa berkomunikasi dengan akrab,  dan sinisnya makin lama menghilang. Ditambah lagi ketika kini kami sudah  berpacaran. Nadya menjadi ceria dan orang2 kantor tampak takjub melihat  perubahan itu.
One thing leads to another. Dan  sekarang, setelah kegagalan pernikahanku yang dulu, setelah beberapa  lama berpacaran, aku akan mempersiapkan pernikahanku dengan Nadya.