Cerita Dewasa Kenikamatan yang tak terduga - Sex - Cerita Dewasa ini Sudah agak lama memang. Ditinggal mati oleh isteri di usia 39 tahun bukan hal yang  menyenangkan. Pecinta 
Cerita Sex, perkenalkan Namaku Ardy, berasal dari kawasan Timur Indonesia, tinggal  di Surabaya. Isteriku Lia yang terpaut lima tahun dariku telah  dipanggil menghadap hadirat penciptanya. Tinggal aku seorang diri dengan  dua orang anak yang masih membutuhkan perhatian penuh. Aku harus  menjadi ayah sekaligus ibu bagi mereka. Bukan hal yang mudah. Sejumlah  teman menyarankan untuk menikah lagi agar anak-anak memperoleh ibu baru.  Anjuran yang bagus, tetapi saya tidak ingin anak-anak mendapat seorang  ibu tiri yang tidak menyayangi mereka. Karena itu aku sangat hati-hati.
 

Kehadiran anak-anak jelas merupakan hiburan yang tak tergantikan.  Anita kini berusia sepuluh tahun dan Marko adiknya berusia enam tahun.  Anak-anak yang lucu dan pintar ini sangat mengisi kekosonganku. Namun  kalau anak-anak lagi berkumpul bersama teman-temannya, kesepian itu  senantiasa menggoda. Ketika hari telah larut malam dan anak-anak sudah  tidur, kesepian itu semakin menyiksa. Sejalan dengan itu, nafsu birahiku  yang tergolong besar itu meledak-ledak butuh penyaluran. Beberapa teman  mengajakku mencari wanita panggilan tetapi aku tidak berani. Resiko  terkena penyakit mengendurkan niatku. Terpaksa aku bermasturbasi. Sesaat  aku merasa lega, tetapi sesudah itu keinginan untuk menggeluti tubuh  seorang wanita selalu muncul di kepalaku.
Tidak terasa tiga bulan telah berlalu. Perlahan-lahan aku mulai  menaruh perhatian ke wanita-wanita lain. Beberapa teman kerja di kantor  yang masih lajang kelihatannya membuka peluang. Namun aku lebih suka  memiliki mereka sebagai teman. Karena itu tidak ada niat untuk membina  hubungan serius. Di saat keinginan untuk menikmati tubuh seorang wanita  semakin meningkat, kesempatan itu datang dengan sendirinya.
Senja itu di hari Jumat, aku pulang kerja. Sepeda motorku santai saja  kularikan di sepanjang Jalan Darmo. Maklum sudah mulai gelap dan aku  tidak terburu-buru. Di depan hotel Mirama kulihat seorang wanita  kebingungan di samping mobilnya, Suzuki Baleno. Rupanya mogok.  Kendaraan-kendaraan lain melaju lewat, tidak ada orang yang peduli. Ia  menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak tahu apa yang hendak dilakukan.  Rupanya mencari bantuan. Aku mendekat.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyaku sopan.
Ia terkejut dan menatapku agak curiga. Saya memahaminya. Akhir-akhir ini banyak kejahatan berkedok tawaran bantuan seperti itu.
"Tak usah takut, Mbak", kataku."Namaku Ardy. Boleh saya lihat mesinnya?"
Walaupun agak segan ia mengucapkan terima kasih dan membuka kap  mesinnya. Ternyata hanya problema penyumbatan slang bensin. Aku  membetulkannya dan mesin dihidupkan lagi. Ia ingin membayar tetapi aku  menolak. Kejadian itu berlalu begitu saja. Tidak kuduga hari berikutnya  aku bertemu lagi dengannya di Tunjungan 
Plaza. Aku sedang menemani  anak-anak berjalan-jalan ketika ia menyapaku. Kuperkenalkan dia pada  anak-anak. Ia tersenyum manis kepada keduanya.
"Sekali lagi terima kasih untuk bantuan kemarin sore",  katanya,"Namaku Mei. Maaf, kemarin tidak sempat berkenalan lebih  lanjut." "Aku Ardy", sahutku sopan.
Harus kuakui, mataku mulai mencuri-curi pandang ke seluruh tubuhnya.  Wanita itu jelas turunan Cina. Kontras dengan pakaian kantor kemarin, ia  sungguh menarik dalam pakaian santainya. Ia mengenakan celana jeans  biru agak ketat, dipadu dengan kaos putih berlengan pendek dan leher  rendah. Pakaiannya itu jelas menampilkan keseksian tubuhnya. Buah  dadanya yang ranum berukuran kira-kira 38 menonjol dengan jujurnya,  dipadu oleh pinggang yang ramping. Pinggulnya bundar indah digantungi  oleh dua bongkahan pantat yang besar.
"Kok bengong", katanya tersenyum-senyum,"Ayo minum di sana", ajaknya.
Seperti kerbau dicocok hidungnya aku menurut saja. Ia menggandeng  kedua anakku mendahului. Keduanya tampak ceria dibelikan es krim,  sesuatu yang tak pernah kulakukan. Kami duduk di meja terdekat sambil  memperhatikan orang-orang yang lewat.
"Ibunya anak-anak nggak ikut?" tanyanya.
Aku tidak menjawab. Aku melirik ke kedua anakku, Anita dan Marko. Anita menunduk menghindari air mata.
"Ibu sudah di surga, Tante", kata Marko polos. Ia  memandangku. "Isteriku sudah meninggal", kataku. Hening sejenak. "Maaf",  katanya,"Aku tidak bermaksud mencari tahu", lanjutnya dengan rasa  bersalah.
Pokok pembicaraan beralih ke anak-anak, ke sekolah, ke pekerjaan dan  sebagainya. Akhirnya aku tahu kalau ia manajer cabang satu perusahaan  pemasaran tekstil yang mengelola beberapa toko pakaian. Aku juga  akhirnya tahu kalau ia berusia 32 tahun dan telah menjanda selama satu  setengah tahun tanpa anak. Selama pembicaraan itu sulit mataku terlepas  dari bongkahan dadanya yang menonjol padat. Menariknya, sering ia  menggerak-gerakkan badannya sehingga buah dadanya itu dapat lebih  menonjol dan kelihatan jelas bentuknya. Beberapa kali aku menelan air  liur membayangkan nikmatnya menggumuli tubuh bahenol nan seksi ini.
"Nggak berpikir menikah lagi?" tanyaku. "Rasanya nggak ada yang mau  sama aku", sahutnya. "Ah, Masak!" sahutku,"Aku mau kok, kalau diberi  kesempatan", lanjutku sedikit nakal dan memberanikan diri."Kamu masih  cantik dan menarik. Seksi lagi." "Ah, Ardy bisa aja", katanya  tersipu-sipu sambil menepuk tanganku. Tapi nampak benar ia senang dengan  ucapanku.
Tidak terasa hampir dua jam kami duduk ngobrol. Akhirnya anak-anak  mendesak minta pulang. Mei, wanita Cina itu, memberikan alamat rumah,  nomor telepon dan HP-nya. Ketika akan beranjak meninggalkannya ia  berbisik,
"Saya menunggu Ardy di rumah."
Hatiku bersorak-sorak. Lelaki mana yang mau menolak kesempatan berada  bersama wanita semanis dan seseksi Mei. Aku mengangguk sambil  mengedipkan mata. Ia membalasnya dengan kedipan mata juga. Ini  kesempatan emas. Apalagi sore itu Anita dan Marko akan dijemput kakek  dan neneknya dan bermalam di sana.
"OK. Malam nanti aku main ke rumah", bisikku juga, "Jam tujuh aku sudah di sana." Ia tersenyum-senyum manis.
Sore itu sesudah anak-anak dijemput kakek dan neneknya, aku  membersihkan sepeda motorku lalu mandi. Sambil mandi imajinasi seksualku  mulai muncul. Bagaimana tampang Mei tanpa pakaian? Pasti indah sekali  tubuhnya yang bugil. Dan pasti sangatlah nikmat menggeluti dan  menyetubuhi tubuh semontok dan selembut itu. Apalagi aku sebetulnya  sudah lama ingin menikmati tubuh seorang wanita Cina. Tapi apakah ia mau  menerimaku? Apalagi aku bukan orang Cina. Dari kawasan Timur Indonesia  lagi. Kulitku agak gelap dengan rambut yang ikal. Tapi.. Peduli amat.  Toh ia yang mengundangku. Andaikata aku diberi kesempatan, tidak akan  kusia-siakan. Kalau toh ia hanya sekedar mengungkapkan terima kasih atas  pertolongaku kemarin, yah tak apalah. Aku tersenyum sendiri.
Jam tujuh lewat lima menit aku berhasil menemukan rumahnya di kawasan  Margorejo itu. Rumah yang indah dan mewah untuk ukuranku, berlantai dua  dengan lampu depan yang buram. Kupencet bel dua kali. Selang satu menit  seorang wanita separuh baya membukakan pintu pagar. Rupanya pembantu  rumah tangga.
"Pak Ardy?" ia bertanya, "Silahkan, Pak. Bu Mei menunggu di dalam", lanjutnya lagi.
Aku mengikuti langkahnya dan dipersilahkan duduk di ruang tamu dan  iapun menghilang ke dalam. Selang semenit, Mei keluar. Ia mengenakan  baju dan celana santai di bawah lutut. Aku berdiri menyambutnya.
"Selamat datang ke rumahku", katanya.
Ia mengembangkan tangannya dan aku dirangkulnya. Sebuah ciuman  mendarat di pipiku. Ini ciuman pertama seorang wanita ke pipiku sejak  kematian isteriku. Aku berdebaran. Ia menggandengku ke ruang tengah dan  duduk di sofa yang empuk. Mulutku seakan terkunci. Beberapa saat  bercakap-cakap, si pembantu rumah tangga datang menghantar minuman.
"Silahkan diminum, Pak", katanya sopan, "Aku juga sekalian pamit,  Bu", katanya kepada Mei. "Makan sudah siap, Bu. Saya datang lagi besok  jam sepuluh." "Biar masuk sore aja, Bu", kata Mei, "Aku di rumah aja  besok. Datang saja jam tiga-an."
Pembantu itu mengangguk sopan dan berlalu.
"Ayo minum. Santai aja, aku mandi dulu", katanya sambil menepuk pahaku.
Tersenyum-senyum ia berlalu ke kamar mandi. Di saat itu kuperhatikan.  Pakaian santai yang dikenakannya cukup memberikan gambaran bentuk  tubuhnya. Buah dadanya yang montok itu menonjol ke depan laksana gunung.  Pantatnya yang besar dan bulat berayun-ayun lembut mengikuti gerak  jalannya. Pahanya padat dan mulus ditopang oleh betis yang indah.
"Santai saja, anggap di rumah sendiri", lanjutnya sebelum menghilang ke balik pintu.
Dua puluh menit menunggu itu rasanya seperti seabad. Ketika akhirnya  ia muncul, Mei membuatku terkesima. Rambutnya yang panjang sampai di  punggungnya dibiarkan tergerai. Wajahnya segar dan manis. Ia mengenakan  baju tidur longgar berwarna cream dipadu celana berenda berwarna  serupa.
Tetapi yang membuat mataku membelalak ialah bahan pakaian itu tipis,  sehingga pakaian dalamnya jelas kelihatan. BH merah kecil yang  dikenakannya menutupi hanya sepertiga buah dadanya memberikan  pemandangan yang indah. Celana dalam merah jelas memberikan bentuk  pantatnya yang besar bergelantungan. Pemandangan yang menggairahkan ini  spontan mengungkit nafsu birahiku. Kemaluanku mulai bergerak-gerak dan  berdenyut-denyut.
"Aku tahu, Ardy suka", katanya sambil duduk di sampingku, "Siang tadi  di TP (Tunjungan Plaza) aku lihat mata Ardy tak pernah lepas dari buah  dadaku. Tak usah khawatir, malam ini sepenuhnya milik kita."
Ia lalu 
mencium pipiku. Nafasnya menderu-deru. Dalam hitungan detik  mulut kami sudah lekat berpagutan. Aku merengkuh tubuh montok itu ketat  ke dalam pelukanku. Tangaku mulai bergerilya di balik baju tidurnya  mencari-cari buah dadanya yang montok itu. Ia menggeliat-geliat agar  tanganku lebih leluasa bergerak sambil mulutnya terus menyambut  permainan bibir dan lidahku. Lidahku menerobos mulutnya dan bergulat  dengan lidahnya.
Tangannya pun aktif menyerobot T-shirt yang kukenakan dan meraba-raba  perut dan punggungku. Membalas gerakannya itu, tangan kananku mulai  merayapi pahanya yang mulus. Kunikmati kehalusan kulitnya itu. Semakin  mendekati pangkal pahanya, kurasa ia membuka kakinya lebih lebar, biar  tanganku lebih leluasa bergerak. Peralahan-lahan tanganku menyentuh  gundukan kemaluannya yang masih tertutup celana dalam tipis. Jariku  menelikung ke balik celana dalam itu dan menyentuh bibir kemaluannya. Ia  mengaduh pendek tetapi segera bungkam oleh permainan lidahku. Kurasakan  badannya mulai menggeletar menahan nafsu birahi yang semakin  meningkat.
Tangannyapun menerobos celana dalamku dan tangan lembut itu  menggenggam batang kemaluan yang kubanggakan itu. Kemaluanku tergolong  besar dan panjang. Ukuran tegang penuh kira-kira 15 cm dengan diameter  sekitar 4 cm. Senjata kebanggaanku inilah yang pernah menjadi kesukaan  dan kebanggaan isteriku. Aku yakin senjataku ini akan menjadi kesukaan  Mei. Ia pasti akan ketagihan.
"Au.. Besarnya", kata Mei sambil mengelus lembut kemaluanku.
Elusan lembut jari-jarinya itu membuat kemaluanku semakin mengembang  dan mengeras. Aku mengerang-ngerang nikmat. Ia mulai menjilati dagu dan  leherku dan sejalan dengan itu melepaskan bajuku. Segera setelah lepas  bajuku bibir mungilnya itu menyentuh puting susuku. Lidahnya bergerak  lincah menjilatinya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tangannya  kembali menerobos celanaku dan menggenggam kemaluanku yang semakin  berdenyut-denyut. Aku pun bergerak melepaskan pakaian tidurnya. Rasanya  seperti bermimpi, seorang wanita Cina yang cantik dan seksi duduk di  pahaku hanya dengan celana dalam dan BH.
"Ayo ke kamar", bisiknya, "Kita tuntaskan di sana."
Aku bangkit berdiri. Ia menjulurkan tangannya minta digendong. Tubuh  bahenol nan seksi itu kurengkuh ke dalam pelukanku. Kuangkat tubuh itu  dan ia bergayut di leherku. Lidahnya terus menerabas batang leherku  membuat nafasku terengah-engah nikmat. Buah dadanya yang sungguh montok  dan lembut menempel lekat di dadaku. Masuk ke kamar tidurnya, kurebahkan  tubuh itu ke ranjang yang lebar dan empuk. Aku menariknya berdiri dan  mulai melepaskan BH dan celana dalamnya.
Ia membiarkan aku melakukan semua itu sambil mendesah-desah menahan  nafsunya yang pasti semakin menggila. Setelah tak ada selembar benangpun  yang menempel di tubuhnya, aku mundur dan memandangi tubuh telanjang  bulat yang mengagumkan itu. Kulitnya putih bersih, wajahnya bulat telur  dengan mata agak sipit seperti umumnya orang Cina. Rambutnya hitam  tergerai sampai di punggungnya. Buah dadanya sungguh besar namun padat  dan menonjol ke depan dengan puting yang kemerah-merahan. Perutnya rata  dengan lekukan pusar yang menawan. Pahanya mulus dengan pinggul yang  bundar digantungi oleh dua bongkah pantat yang besar bulat padat. Di  sela paha itu kulihat gundukan hitam lebat bulu kemaluannya. Sungguh  pemandangan yang indah dan menggairahkan birahi.
"Ngapain hanya lihat tok," protesnya. "Aku kagum akan keindahan  tubuhmu", sahutku. "Semuanya ini milikmu", katanya sambil merentangkan  tangan dan mendekatiku.
Tubuh bugil polos itu kini melekat erat ditubuhku. Didorongnya aku ke  atas ranjang empuk itu. Mulutnya segera menjelajahi seluruh dada dan  perutku terus menurun ke bawah mendekati pusar dan pangkal pahaku.  Tangannya lincah melepaskan celanaku. 
Celana dalamku segera  dipelorotnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu mencuat keluar dan  berdiri tegak. Tiba-tiba mulutnya menangkap batang kemaluanku itu.  Kurasakan sensai yang luar biasa ketika lidahnya lincah memutar-mutar  kemaluanku dalam mulutnya. Aku mengerang-ngerang nikmat menahan semua  sensasi gila itu.
Puas mempermainkan kemaluanku dengan mulutnya ia melepaskan diri dan  merebahkan diri di sampingku. Aku menelentangkannya dan mulutku mulai  beraksi. Kuserga buah dada kanannya sembari tangan kananku meremas-remas  buah dada kirinya. Bibirku mengulum puting buah dadanya yang mengeras  itu. Buah dadanya juga mengeras diiringi deburan jantungnya. Puas buah  dada kanan mulutku beralih ke buah dada kiri. Lalu perlahan tetapi pasti  aku menuruni perutnya. Ia menggelinjang-linjang menahan desakan birahi  yang semakin menggila. Aku menjilati perutnya yang rata dan menjulurkan  lidahku ke pusarnya.
"Auu.." erangnya, "Oh.. Oh.. Oh.." jeritnya semakin keras.
Mulutku semakin mendekati pangkal pahanya. Perlahan-lahan pahanya  yang mulus padat itu membuka, menampakkan lubang surgawinya yang telah  merekah dan basah. Rambut hitam lebat melingkupi lubang yang  kemerah-merahan itu. Kudekatkan mulutku ke lubang itu dan perlahan  lidahku menyuruk ke dalam lubang yang telah basah membanjir itu. Ia  menjerit dan spontan duduk sambil menekan kepalaku sehingga lidahku  lebih dalam terbenam. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing  kepanasan. Pantatnya menggeletar hebat sedang pahanya semakin lebar  membuka.
"Aaa.. Auu.. Ooo..", jeritnya keras.
Aku tahu tidak ada sesuatu pun yang bakalan menghalangiku menikmati  dan menyetubuhi si canting bahenon nan seksi ini. Tapi aku tak ingin  menikmatinya sebagai orang rakus. Sedikit demi sedikit tetapi sangat  nikmat. Aku terus mempermainkan klitorisnya dengan lidahku. Tiba-tiba ia  menghentakkan pantatnya ke atas dan memegang kepalaku erat-erat. Ia  melolong keras.
Pada saat itu kurasakan banjir cairan vaginanya. Ia sudah mencapai  orgasme yang pertama. Aku berhenti sejenak membiarkan ia menikmatinya.  Sesudah itu mulailah aku menjelajahi kembali bagian tersensitif dari  tubuhnya itu. Kembali erangan suaranya terdengar tanda birahinya mulai  menaik lagi. Tangannya terjulur mencari-cari batang kejantananku.  Kemaluanku telah tegak sekeras beton. Ia meremasnya. Aku menjerit kecil,  karena nafsuku pun sudah diubun-ubun butuh penyelesaian.
Kudorong tubuh bahenon nan seksi itu rebah ke kasur empuk.  Perlahan-lahan aku bergerak ke atasnya. Ia membuka pahanya lebar-lebar  siap menerima penetrasi kemaluanku. Kepalanya bergerak-gerak di atas  rambutnya yang terserak. Mulutnya terus menggumam tidak jelas. Matanya  terpejam. Kuturunkan pantatku. Batang kemaluanku berkilat-kilat dan  memerah kepalanya siap menjalankan tugasnya. Kuusap-usapkan kemaluanku  di bibir kemaluannya. Ia semakin menggelinjang seperti kepinding.
"Cepat.. Cepat.. Aku sudah nggak tahan!" jeritnya.
Kuturunkan pantatku perlahan-lahan. Dan.. BLESS!
Kemaluanku menerobos liang senggamanya diiringi jeritannya membelah  malam. Tetangga sebelah mungkin bisa mendengar lolongannya itu. Aku  berhenti sebentar membiarkan dia menikmatinya. Lalu kutekan lagi  pantatku sehingga kemaluanku yang panjang dan besar itu menerobos ke  dalam dan terbenam sepenuhnya dalam liang surgawi miliknya. Ia  menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar lebih dalam menerima diriku.  Sejenak aku diam menikmati sensasi yang luar biasa ini. Lalu  perlahan-lahan aku mulai menggerakkan kemaluanku. Balasannya juga luar  biasa.
Dinding-dinding lubang kemaluannya berusaha menggenggam batang  kemaluanku. Rasanya seberti digigit-gigit. Pantatnya yang bulat besar  itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Buah dadanya  tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di kemaluannya. Matanya  terpejam dan bibirnya terbuka, berdesis-desis mulutnya menahankan rasa  nikmat. Desisan itu berubah menjadi erangan kemudian jeritan panjang  terlontar membelah udara malam. Kubungkam jeritannya dengan mulutku.  Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah sana kemaluanku leluasa  bertarung dengan kemaluannya, di sini lidahku pun leluasa bertarung  dengan lidahnya.
"OH..", erangnya, "Lebih keras sayang, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!"
Tangannya melingkar merangkulku ketat. Kuku-kukunya membenam di  punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang. Terdengar bunyi kecipak  lendir kemaluannya seirama dengan gerakan pantatku. Di saat itulah  kurasakan gejala ledakan magma di batang kemaluanku. Sebentar lagu aku  akan orgasme.
"Aku mau keluar, Mei", bisikku di sela-sela nafasku memburu. "Aku  juga", sahutnya, "Di dalam sayang. Keluarkan di dalam. Aku ingin kamu di  dalam."
Kupercepat gerakan pantatku. Keringatku mengalir dan menyatu dengan  keringatnya. Bibirku kutekan ke bibirnya. Kedua tanganku mencengkam  kedua buah dadanya. Diiringi geraman keras kuhentakkan pantatku dan  kemaluanku membenam sedalam-dalamnya. Spermaku memancar deras. Ia pun  melolong panjang dan menghentakkan pantatnya ke atas menerima diriku  sedalam-dalamnya. Kedua pahanya naik dan membelit pantatku. Ia pun  mencapai puncaknya. Kemaluanku berdenyut-denyut memuntahkan spermaku ke  dalam rahimnya. Inilah orgasmeku yang pertama di dalam kemaluan seorang  wanita sejak kematian isteriku. Dan ternyata wanita itu adalah Mei yang  cantik bahenol dan seksi.
Sekitar sepuluh menit kami diam membatu mereguk semua detik  kenikmatan itu. Lalu perlahan-lahan aku mengangkat tubuhku. Aku  memandangi wajahnya yang berbinar karena birahinya telah terpuaskan. Ia  tersenyum dan membelai wajahku.
"Ardy, kamu hebat sekali, sayang", katanya, "Sudah lebih dari setahun  aku tidak merasakan lagi kejantanan lelaki seperti ini." "Mei juga luar  biasa", sahutku, "Aku sungguh puas dan bangga bisa menikmati tubuhmu  yang menawan ini. Mei tidak menyesal bersetubuh denganku?" "Tidak",  katanya, "Aku malah berbangga bisa menjadi wanita pertama sesudah  kematian isterimu. Mau kan kamu memuaskan aku lagi nanti?" "Tentu saja  mau", kataku, "Bodoh kalau nolak rejeki ini." Ia tertawa. "Kalau kamu  lagi pingin, telepon saja aku," lanjutnya, "Tapi kalau aku yang pingin,  boleh kan aku nelpon?" "Tentu.. Tentu..", balasku cepat. "Mulai sekarang  kamu bisa menyetubuhi aku kapan saja. Tinggal kabarkan", katanya.
Hatiku bersorak ria. Aku mencabut kemaluanku dan rebah di sampingnya.  Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan. Ia lalu  mengajakku mandi. Lapar katanya dan pingin makan.
Malam itu hingga hari Minggu siang sungguh tidak terlupakan. Kami  terus berpacu dalam birahi untuk memuaskan nafsu. Aku menyetubuhinya di  sofa, di meja makan, di dapur, di kamar mandi dalam berbagai posisi. Di  atas, di bawah, dari belakang. Pendek kata hari itu adalah hari penuh  kenikmatan birahi. Dapat ditebak, pertemuan pertama itu berlanjut dengan  aneka pertemuan lain. Kadang-kadang kami mencari hotel tetapi terbanyak  di rumahnya. Sesekali ia mampir ke tempatku kalau anak-anak lagi  mengunjungi kakek dan neneknya. Pertemuan-pertemuan kami selalu diisi  dengan permainan birahi yang panas dan menggairahkan.
Satu malam di kamar tidurnya. Setelah beberapa kali orgasme iseng aku menggodanya.
"Mei", kataku, "Betapa beruntungnya aku yang berkulit gelap ini bisa  menikmati tubuhmu bahenol, seksi, putih dan mulus seorang wanita  Cina." Ia malah tertawa. tahu apa jawabannya? "Tulisan yang paling indah  di atas kertas putih justru harus dengan tinta hitam."
ah……………