Phone Sex- Cerita Sex - Cerita seks bakalan tersaji disini dengan apik. Nah 
cerita sex  terbaru tentang phone sex ini akan aku coba hadirkan buat kamu semua.  Met baca aja oke ;) . Cerita seks ini khusus dewasa dan umurnya 17  tahun. atau abg. Aku memasuki kamarku dan langsung kukunci dari dalam,  kulepas T Shirt tanpa lengan yang kupakai dan kulemparkan begitu saja di  tempat tidur. Payudaraku yang ranum berwarna sedikit merah muda di  puting dan sekitarnya tampak menggairahkan. Aku memang sejak kecil tidak  suka memakai bra hingga kini aku jadi tidak memiliki BH barang satupun,  hingga begitu T Shirt kutanggalkan maka payudaraku pun langsung  mencuat, ukurannya memang sedang-sedang saja namun bentuknya padat dan  menggairahkan hingga dapat membuat setiap lelaki menelan ludah bila  memandangnya, apa lagi ditunjang postur tubuhku yang sexy dengan tinggi  170 centimeter, yang cukup tinggi untuk ukuran seorang wanita.
 
 Kuperosotkan dan kulepas hot pantsku yang mini model longgar di  bagian bawah, hingga tampak jelas CD model G String warna merah yang  saat ini kupakai. Bentuknya sangat mini dengan seutas tali nylon yang  melilit di pinggangku dan ada ikatan di kiri dan kanan pinggangku yang  ramping. Bulu-bulu halus kemaluanku tampak menyibak keluar dari sela  sela secarik kain model segi tiga kecil yang tipis ukurannya, tidak  lebih dari ukuran dua jari hanya mampu menutupi lubang vaginaku. Bentuk G  String yang kupakai memang sangat sexy dan aku sangat suka memakainya,  ditambah seutas tali nylon yang melingkar melewati selangkanganku tepat  mengikuti belahan pantatku ke atas bagian belakang dan tersambung dengan  tali nylon yang melingkar di pinggangku.
 
 Dengan sekali tarik ikatan di kanan kiri pinggangku, maka tak  sehelai benang pun kini menutupi tubuhku, CD kubiarkan tergeletak di  lantai. Sambil telanjang bulat aku berjalan menuju lemari mengambil  sebuah celana pendek mini yang longgar di bagian bawahnya yang terbuat  dari bahan sutera tipis tembus pandang dan ada celah di bagian kiri dan  kanannya dan tanpa kancing, hanya menggunakan karet elastis saja. Segera  kukenakan sambil menyalakan komputer dan mengakses internet. Celana ini  memang enak sekali dipakai di rumah saat tidur, dan aku biasa tidur  dalam keadaan seperti ini, tanpa busana lainnya menutupi tubuhku, hanya  ada celana pendek seperti yang kukenakan saat ini. Namun tak jarang juga  aku tidur tanpa berbusana sama sekali dan langsung menyusup ke dalam  selimut.
 Seperti biasa, email yang masuk ke mail box-ku sangat banyak. Kubuka  satu persatu, bagi pengirim yang belum pernah mengirim email kepadaku  langsung kujawab emailnya dan kucantumkan persyaratanku bila ingin  berkenalan dan mengobrol lebih lanjut denganku, sedangkan bagi yang  sudah pernah kujawab emailnya namun tidak memenuhi persyaratanku tetapi  tetap ngotot berkirim email ingin berkenalan lebih lanjut dan ber email  ria, langsung saja kuhapus emailnya dengan tanpa memberikan reply.  Demikian pula bagi yang mengirimkan pesan dengan menggunakan nomor  HP-nya melalui SMS langsung saja kuhapus tanpa perlu membukanya terlebih  dahulu. Aku malas membukanya karena membuang-buang waktu dan biaya, toh  aku juga tidak bisa membalas pesannya kecuali dengan juga menggunakan  SMS, untuk apa aku harus bersusah payah membuang-buang pulsa segala,  pikirku.
 Setelah selesai membuka dan membalas semua email yang masuk, kuputus  akses dengan internet, namun komputerku tetap kunyalakan karena  rencananya nanti selesai mandi aku akan mengaksesnya lagi, karena  biasanya akan banyak lagi email yang masuk.
 Kulepas celana yang kupakai dan aku memasuki kamar mandi yang ada  dalam kamarku. Kunyalakan air hangat mengisi bathtub kamar mandiku. Sore  ini aku ingin berendam sejenak sambil menghilangkan pegal-pegal yang  ada di tubuhku. Kutorehkan bath foam secukupnya dalam air hingga  berbusa. Saat aku menunggu penuhnya air, tiba-tiba handphoneku berbunyi.
 Kalau kudengar dari deringnya, aku yakin ini datangnya dari salah  seorang pembacaku, karena memang bagi pembaca yang sudah memenuhi  persyaratanku, nomor handphonenya segera kumasukkan memory dan  kukumpulkan dalam satu nada dering khusus. Kuambil hand phoneku yang  tergolek di atas meja computer, dari layarnya tampil namanya Amin (nama  samaran).
 “Yaa..! Halloo..!”, sapaku setelah menekan tombol Yes. “Hallo..! Hai  Lia..! Apa kabar..? Lagi ngapain nich?”, sahut Amin dari seberang. “Aku  sedang mau mandi nich! Emangnya kenapa dan ada apa menelepon? Entar aja  deh kamu telepon aku lagi ya, aku sudah telanjang bulat nich, sudah  siap-siap mau berendam”, belum selesai aku berkata, Amin langsung  memotong pembicaraanku.. “Eee.. Eeh! Tunggu dulu dong! Biar saja kamu  berendam sambil tetap ngobrol denganku”, pinta Amin. “Baiklah”, jawabku  menyetujui sambil meraih hands free kemudian aku masuk kembali ke kamar  mandi.
 Hand phone kuletakkan di meja wastafel dan kabel hands free menjulur  ke arah telingaku, aku pun akhirnya berendam sambil mengobrol dengan  Amin menggunakan hands free.
 “Lia! Aku sekarang juga berjalan ke kamar mandi, sekarang di kamar  mandi aku melepaskan celana dan CD-ku, kondisiku sekarang juga sudah  bugil nich!”, Amin mencoba menjelaskan keadaannya saat itu  padaku. “Emangnya gue pikirin, lagian ngapain kamu ikutan bugil di  sana?”, ujarku. “Lia! Aku ingin melakukan onani sambil ngobrol denganmu,  kamu tidak keberatan kan? Please! Sekarang penisku sudah selesai  kubasahi dan kuoles dengan shampoo, sekarang mulai kuusap-usap sambil  mengocok-ngocoknya, kamu juga cerita dong apa yang kamu kerjakan saat  ini sambil memberiku rangsangan”, pinta Amin lagi dengan memelas.
 Mendengar penuturan Amin tadi, terus terang aku sempat membayangkan  sejenak dan sedikit mulai terangsang hingga tanpa kusadari aku juga  sudah mulai meremas-remas payudaraku. Karena aku memakai hands free,  maka aku tetap masih bisa mengobrol dengan kedua tanganku tetap bebas  bisa beraktifitas. Kuceritakan pada Amin kalau saat ini aku sedang  meremas-remas kedua payudaraku yang juga sudah mulai mengeras, puting  susuku mendongak ke atas dan mulai kujilati sendiri bergantian kiri  kanan, aku merasakan ada aliran yang mengalir keluar dari liang  senggamaku, pertanda aku sudah mengalami rangsangan hebat.
 Sementara tangan kiriku tetap meremas-remas payudaraku, tangan  kananku mulai turun ke bawah meraba dadaku, mengelus-elus sendiri  pusarku, ke bawah lagi ke arah vaginaku sambil mengangkat kedua buah  kakiku dan meletakkannya ke samping bathtub hingga posisiku sekarang  terkangkang lebar hingga memudahkan tangan kananku mengelus bagian luar  vaginaku yang sekitarnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Jari-jariku turun  sedikit mengusap-usap bibir vaginaku sambil menggesek-gesekkan  klitorisku. Aku mulai melenguh menikmati fantasiku, gesekannya kubuat  seirama mungkin sesuai dengan keinginanku. Tiba-tiba kudengar suara  teriakan Amin dari seberang sana..
 “Ooo.. Oocch! Liaa..! Aku orgasme nich!”, suaranya makin lirih,  rupanya di seberang sana Amin sudah berhasil mencapai puncaknya, gila!  Dia sepertinya sangat menikmati penuturanku melalui telepon sambil terus  melakukan aktifitasnya sendiri, mendengar suara itu aku menjadi semakin  terangsang saja jadinya, jari tengah dan jari manis tangan kananku  mulai kumasukkan ke dalam liang vaginaku yang sudah semakin berlendir,  sementara jari telunjuk kupakai menggesek-gesek klitorisku. Rasanya  benar-benar membuat darahku mengalir ke atas kepalaku. Pertama agak  sulit masuk, namun lama-lama setelah melalui beberapa kali gesekan,  bibir vaginaku pun semakin merekah sehingga memudahkan jari-jariku masuk  menembus liang vaginaku.
 Kumainkan jari-jariku di dalam vagina, kuputar-putar di dalam hingga  menyentuh dinding-dinding bagian dalam vaginaku, rasanya tidak kalah  dengan batang kemaluan yang pernah masuk dan bersarang dalam liang  vaginaku, bahkan lebih hidup rasanya karena bisa kukontrol sesuai dengan  keinginanku. Kugaruk-garukkan lembut pada dinding dalam vaginaku, ada  kalanya kusentuhkan pada tonjolan sebesar ibu jari yang ada dan  tersembul di dalam vaginaku, nikmat sekali rasanya.
 Aku juga sepertinya akan segera mencapai puncak kenikmatan. Sekarang  tiga jariku yaitu jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan  kananku kumasukkan seluruhnya ke dalam liang vaginaku, kutarik keluar  masuk, kukocok-kocokkan makin cepat, sementara tangan kiriku juga mulai  ikut aktif membantu, jari manis dan jari telunjuk tangan kiri kupakai  menyibakkan bibir vaginaku, sementara jari tengahnya mengorek-ngorek  klitorisku. Kocokan jari-jari tangan kananku semakin cepat. Aku terus  melenguh.
 “Ooh.. Oocch! Aa.. Aacch!”, badanku berguncang keras sehingga air  dalam bathtub banyak yang tumpah keluar membasahi lantai kamar mandiku.
 
 Badanku menggigil hebat, sekali lagi aku melenguh panjang, dan aku  pun mencapai orgasme. Badanku kini lemas tersandar di punggung bathtub.  Dari seberang sana kudengar suara Amin menanyakanku..
 “Gimana Lia, enak enggak?”, Setan.., umpatku dalam hati, masa masih  ditanya enak atau enggak? “Lia..! Aku sekarang ke rumahmu ya? Kau  kujemput dan kita check in terus melakukan hal yang sesungguhnya yuk”,  ajak Amin.
 Aku menolak dengan halus ajakan Amin. Setelah berbincang sejenak aku  pamit untuk mematikan telepon dengan alasan akan melakukan sesuatu.  Akhirnya dengan berat hati Amin pun bersedia mematikan teleponnya, entah  berapa banyak pulsa sudah yang dia habiskan untuk melakukan sex by  phone denganku sambil beronani.
 Terus terang saja walau sudah agak sering kontak dengan Amin dan  kami juga sudah dua kali bertatap muka, aku sedikit pun tidak berminat  berhubungan badan dengannya. Tingginya sekitar 165 centimeter, lebih  pendek sedikit dariku, badannya agak sedikit gendut, usianya 32 tahun,  sudah beristri dan beranak tiga. Wajahnya menurut ukuranku juga tidak  ganteng, jadi biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa bagiku. Aku  memang juga membutuhkan sarana menyalurkan libidoku namun tidak berarti  aku bisa melakukannya dengan siapa saja.
 Dalam permainan sex, aku benar-benar ingin menikmatinya, maka aku  juga harus memilih pasangan yang benar-benar bisa menaikkan gairahku.  Sudah berkali-kali Amin mengajakku make love (ML) tapi selalu kutolak  dengan seribu satu macam alasan, namun aku tetap tidak mengutarakan  alasan penolakanku, karena aku yakin dia akan langsung merasa malu dan  tersinggung. Maka lewat tulisanku ini, buat seorang pembaca yang kuberi  nama samaran Amin, aku mohon maaf dan aku harap kamu juga membaca  tulisanku ini dan dapat mengerti.